BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Metabolisme merupakan
kegiatan terpenting dalam tubuh, Metabolisme terjadi pada saat menit pertama
makanan masuk ke perut dan pencernaan dimulai. Enzim yang dilepaskan oleh
pankreas dan kelenjar tiroid membantu dalam pemecahan makanan yang dicerna
menjadi zat lebih sederhana. Zat-zat sederhana diserap
oleh sel-sel tubuh dan membantu dalam pelepasan energi dan melaksanakan proses
lain dalam tubuh, seperti penyembuhan luka, pengaturan suhu tubuh, pembentukan
sel-sel baru, membuang racun dari tubuh, dan sebagainya.
Namun ada saatnya
proses metabolisme menjadi terganggu, gangguan metabolisme bisa saja terjadi
karena kelainan genetik atau penyakit. Gangguan metabolisme karena kelainan
genetik sangatlah langka hanya terjadi pada 1 dari sekitar 1000-2500. Bila
gangguan metabolisme terjadi, maka fungsi normal tubuh juga akan terganggu dan
menyebabkan masalah kesehatan.
Sistinosis merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh adanya
ganngguan metabolisme protein/asam amino. Penyakit ini adalah yang sangat
langka dan belum bisa diobati sepenuhnya. Sistinosis merupakan penyakit
turunan, dimana cystine, sel – sel akan memadat karena sistin akan saling
bergabung dan membentuk kristal.
Dalam makalah ini akan kita bahas secara detail tentang penyakit
metabolisme protein/asam amino terutama penyebab terjadinya gangguan ini dan
bagaimana penanganannya terhadap penderita gangguan ini.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan beberapa
masalah, diantaranya adalah:
1.2.1.
Apa yang dimaksud dengan sistinosin?
1.2.2.
Apa penyebab terjadinya sistinosin pada
seseorang?
1.2.3.
Bagaimana cara mengidentifikasi dan menganalisis
seseorang bisa mengalami sistinosis?
1.2.4.
Bagaimana cara penangan sistinosis terhadap
penderitanya?
1.3.
Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.3.1.
Mengetahui pengertian dari sistinosis.
1.3.2.
Mengetahui penyebab terjadinya sistinosis pada
seseorang.
1.3.3.
Mengatahui cara mengidentifikasi dan
menganalisis seseorang bisa mengalami sistinosis
1.3.4.
Mengetahui cara penanganan sistinosis terhadap
penderitanya.
1.4.
Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah
ini adalah:
1.4.1.
Memberikan informasi tentang salah satu penyakit
yang diakibatkan oleh gangguan metabolisme
protein khususnya sistinosi.
1.4.2.
Memberikan tambahan referensi tentang penyebab
sistinosis, diagnosis dan cara penanganannya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Sistinosis
sistinosis adalah kelainan genetik langka yang
menyebabkan akumulasi dari asam amino sistin dalam sel, membentuk kristal yang
dapat membangun dan merusak sel. Kristal-kristal negatif mempengaruhi banyak
sistem dalam tubuh, terutama ginjal dan mata. Sistinosis menyajikan tanda –
tanda klinis dan laboratorium sindrom Fanconi dengan tambahan temuan kelainan
yang spesifik yaitu akumulasi sistin dalam berbagai jaringan.
Akumulasi ini disebabkan oleh transportasi abnormal
sistin dari lisosom, menghasilkan akumulasi intra-lisosomal sistin besar dalam
jaringan. Melalui mekanisme yang belum diketahui, sistin lisosomal muncul untuk
memperkuat dan mengubah apoptosis sedemikian rupa sehingga sel-sel mati tidak
tepat, menyebabkan hilangnya sel epitel ginjal. Hal ini menyebabkan sindrom
renal Fanconi, dan kerugian serupa dalam jaringan lain dapat menjelaskan
perawakan pendek, retinopati, dan fitur lain dari penyakit ini.
Dengan sekitar usia dua tahun, kristal sistin mungkin
juga hadir dalam kornea. Penumpukan kristal di mata menyebabkan meningkatnya
kepekaan terhadap cahaya (photophobia). Tanpa pengobatan, anak-anak dengan sistinosis
mungkin akan mengalami gagal ginjal lengkap sekitar usia sepuluh tahun. Tanda
dan gejala lain yang mungkin terjadi pada pasien yang tidak diobati termasuk
kerusakan otot, kebutaan, ketidakmampuan untuk menelan, diabetes, dan tiroid
dan masalah sistem saraf.
Tanda-tanda dan gejala sistinosis menengah adalah sama
seperti sistinosis nephropathic, tetapi mereka terjadi pada usia lanjut.
Menengah sistinosis biasanya dimulai untuk mempengaruhi individu sekitar usia
yang empat tahun. Ginjal rusak dan kristal kornea adalah fitur awal utama dari
gangguan ini. Jika sistinosis menengah tidak diobati, gagal ginjal lengkap akan
terjadi, tetapi biasanya tidak sampai akhir remaja pertengahan dua puluhan.
Orang dengan sistinosis non-nephropathic atau mata tidak
biasanya mengalami penurunan pertumbuhan atau kerusakan ginjal. Gejala hanya
fotofobia karena kristal sistin di kornea.
Gambar 1. Penumpukan kristal sistin
pada kornea mata
2.2
Penyebab Sistinosin
Peningkatan ambilan sistin selular mengakibatkan timbunan di dalam
lisosom, dimana sistin ini tidak dapat dipertahankan dalam bentuk tereduksi.
Sistin ini juga menampakkan bahwa ada kegagalan dalam pelepasan asam amino ini
dari lisosom. Defek enzim tertentu belum teridentifikasi. Kadar sistin dalam
jaringan tidak berkolerasi dengan derajat disfungsi tubulus ginjal; karenanya,
pengaruh toksin sistin sederhana pada tubulus bukan merupakan penyebab sindrom
Fanconi pada sistinosis.
Gambar
2. Sistin dalam lisosom
|
Sistin ditimbun dalam sistem retikuloendotelial, terutama dalam limpa,
hati, limfonodi, dan sumsum tulang, tetapi tidak dalam otot atau otak.
Peninmbunan terjadi di dalam sel tubulus ginjal, kornea dan konjungtiva. Sistin
juga berakumulasi di dalam leukosit darah perifer dan fibroblas. Perubahan
ginjal awal mirip dengan perubahan yang terjadi pada sindrom Fanconi primer;
lesi “leher angsa” khas terdiri dari atrofi dan pemendekan tubulus proksimal
tepat di bawah glomelurus. Kristal sistin refraktif ganda dapat ditemukan dalam
jaringan intertsisial dan jarang dalam sel tubulus; kristal ini kadang – kadang
hanya dapat dikenali dalam mikroskopi elektron. Pada gagal ginjal yang lanjut,
ginjal menjadi mengkerut dan kontraksi, dengan sklerosis glomelurus dan fibrosis
interstisial.
sistinosis terjadi karena mutasi dalam gen CTNS,
terletak pada kromosom 17, yang kode untuk cystinosin, transporter sistin
lisosomal. Gejala pertama kali terlihat di sekitar 3 sampai usia 18 bulan
dengan poliuria mendalam (buang air kecil yang berlebihan), diikuti oleh
pertumbuhan yang buruk, fotofobia, dan akhirnya gagal ginjal pada usia 6 tahun
dalam bentuk nephropathic.
Gambar
3. Mutasi dalam gen CTNS
|
Sistinosis diwariskan
sebagai ciri autosom – resesif. Ada tiga gambaran klinis pada sistinosis masa
kanak – kanak. Penderita dengan bentuk infantil
atau nefropati datang dengan sindrom
Fanconi pada umur 3 – 12 bulan. Aminoasiduria menyeluruh ditemukan tanpa
dominasi sistin. Kecepatan filtrasi glomerulus menurun secara progresif, dan gagal
ginjal kronis berkembang dalam dekade pertama. Kegagalan pertumbuhan dan
hipotiroidisme berat menyertai keadaan ini. Gambaran klinis khas meliputi
rambut pirang dan ciri umum yang cerah, karena defek pada sintesis melanin, dan
fotofobia akibat timbunan kristal sistin pada konjungtiva. Bentuk remaja atau
antara ditandai oleh keterlibatan ginjal ringan mulai pada dekade ke – 2 dan
progresivitas yang lambat. Kegagalan
pertumbuhan bukan merupakan tanda bentuk ini. Sistinosis tipe dewasa (jinak)
tidak menyebabkan penyakit ginjal. Kristal sistin dapat ditemukan di dalam
kornea , sumsum tulang dan leukosit.
Semua bentuk sistinosis (nephropathic, remaja dan okular) yang resesif
autosomal, yang berarti bahwa sifat itu terletak pada gen autosomal, dan
seorang individu yang mewarisi dua salinan gen - satu dari kedua orang tua -
akan mengalami gangguan tersebut. Ada resiko 25% memiliki anak dengan gangguan
tersebut, ketika kedua orang tua adalah pembawa sifat yang resesif autosomal.
Sistinosis mempengaruhi
sekitar 1 dalam 100.000 sampai 200.000 bayi yang baru lahir. dan hanya ada
sekitar 2.000 orang yang dikenal dengan sistinosis di dunia. Insiden lebih
tinggi di provinsi Brittany, Perancis, di-mana gangguan mempengaruhi 1 dari
26.000 orang.
2.3
Diagnosis sistinosis
Pada bayi baru lahir yang tidak bergejala dari keluarga yang terkena,
diagnosis sistinosis nefropati dapat dibuat dengan mengukur kandungan sistin
leukosit atau fibroblas, yang mungkin 80 – 100 kali normal. Kemudian, dapat
ditemukan ketidakteraturan granula dan lingkaran dalam pigmentasi perifer
retina. Kristal sistin dapat diditeksi
dalam sumsum tulang, limfonodi, konjungtiva, dan mukosa rektum.
Pemeriksaan lampu celah menunujukkan kristal dalam kornea. Diagnosis prenatal
dapat dibuat dengan menemukan kenaikan kadar sistin dalam sel cairan amnion.
Sistinosis harus tidak dirancukan dengan sistinuria. Yang merupakan kelainan
bawaan pengangkutan asam amino tertentu, tanpa timbunan sistin atau sindrom
Fanconi.
2.4
Pengobatan Sistinosis
sistinosis biasanya diobati dengan obat yang disebut sisteamin. Pemberian
sisteamin dapat mengurangi kadar sistin intraseluler. sisteamine berkonsentrasi
dalam lisosom dan bereaksi dengan sistin untuk membentuk dua sistein dan
kompleks sistein-sisteamin, yang mampu meninggalkan lisosom.
Bila diberikan secara teratur, sisteamin menurunkan jumlah sistin yang
disimpan dalam lisosom dan berkorelasi dengan konservasi fungsi ginjal dan
pertumbuhan ditingkatkan.
sisteamin, pengikat sulfhidril, telah terbukti menurunkan sistin
intraseluler in vivo dan melambatkan
kecepatan penjelekan gagal ginjal
(glomerulus) pada beberapa anak, terutama jika dimulai sebelum usia 2
tahun. Ini dapat juga melemahkan tetapi tidak dapat menghilangkan beberapa
tanda sindrom Fanconi. Sisteamin rasanya pahit dan telah diganti dengan
fosfosisteamin, yang telah dapat diterima oleh anak.
Untuk penderita dengan gagal ginjal stadium akhir, hemodialisis dan
transplantasi ginjal dianjurkan. Hemodialisis tidak menurunkan kadar sistin
jaringan. Anak dengan sistiosis setelah transplantasi tampak beraktivitas
dengan baik sebagaimana mereka yang dengan gagal ginjal kronis bentuk lain,
tetapi orang yang bertahan hidup jangka lama mungkin mengalami fotofobia atau
retinopati progresif, tetes mata sisteamin dapat sangat membantu. Transplatasi
telah menaikkan ketahanan hidup tetapi telah disertai dengan manifestasi
ekstrarenal jangka panjang, seperti disfungsi penelanan, miopati,
insufisiensiensi endokrin dan eksokrin pankreas, dan berbagai masalah sistem
saraf sentral (misalnya: kejang, atrofi serebri).
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
sistinosis adalah kelainan genetik langka
yang menyebabkan akumulasi dari asam amino sistin dalam sel, membentuk kristal
yang dapat membangun dan merusak sel.
2.
sistinosis terjadi karena mutasi dalam gen CTNS,
terletak pada kromosom 17, yang kode untuk cystinosin, transporter sistin
lisosomal. Gejala pertama kali terlihat di sekitar 3 sampai usia 18 bulan
dengan poliuria mendalam (buang air kecil yang berlebihan), diikuti oleh
pertumbuhan yang buruk, fotofobia, dan akhirnya gagal ginjal pada usia 6 tahun
dalam bentuk nephropathic.
3.
Diagnosis sistinosis nefropati dapat dibuat
dengan mengukur kandungan sistin leukosit, penditeksian dalam sumsum tulang, limfonodi, konjungtiva,
dan mukosa rektum, Pemeriksaan lampu celah menunujukkan kristal dalam kornea
dan diagnosis prenatal dapat dibuat dengan menemukan kenaikan kadar sistin
dalam sel cairan amnion.
4.
Sistinosis biasanya diobati dengan obat yang
disebut sisteamin yang mampu berkonsentrasi dalam lisosom dan bereaksi dengan
sistin untuk membentuk dua sistein dan kompleks sistein-sisteamin, yang mampu
meninggalkan lisosom.
3.2
Saran
1.
Sebaiknya perlu menambahan referensi lagi agar
dapat memahami lebih jelas mengenai penyakit metabolisme protein sistinosis
ini.
2.
Menambahkan data statistik tentang jumlah
penderita penyakit langka ini.
9
|
DAFTAR PUSTAKA
Arvin,
Behrman, Kliegman. 1996. Ilmu Kesehatan
Anak Vol. 1 Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gahl WA: Cystinosis coming of age. Adv Pediatr 33:95,
1986
http://doktersehat.com/apa-itu-sistinosis-cysitinosis/ .
Diakses hari Minggu 17 Maret 2013.
http://www.news-medical.net/health/Cystinosis-Diagnosis.aspx
. Diakses hari Jum’at tanggal 22 Maret 2013
http://www.news-medical.net/health/Cystinosis-Genetics.aspx
. Diakses hari Jum’at tanggal 22 Maret 2013
http://www.news-medical.net/health/Cystinosis-Treatment.aspx
. Diakses hari Jum’at tanggal 22 Maret 2013
http://www.news-medical.net/health/What-is-Cystinosis-(Indonesian).aspx
. Diakses hari Jum’at tanggal 22 Maret 2013
Markello TC, Bernadini ME, Gahl WA: Improved renal function in children with cytinosis treated with
cysteamine. N Engl J Med 328: 1157, 1993.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar